Unit 1
Kita dan Masyarakat Global
Tujuan Pembelajaran
Pada unit ini, kalian diharapkan mampu menjelaskan kedudukan kita, sebagai bangsa Indonesia, dalam konteks masyarakat global.Kalian juga dapat menjelaskan tentang bagaimana globalisasi berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia sekaligus bagaimana tiap-tiap dari masyarakat itu turut membentuk identitas masyarakat global.
Era globalisasi telah membawa manusia pada satu tahap peradaban yang cukup maju.Masa ini ditandai oleh berbagai penemuan baru dan kemajuan di berbagai bidang.Bagi umat manusia, perkembangan pesat ini sangat menguntungkan.Betapa tidak, mereka cukup terbantu karena dipermudah dalam berbagai hal.Batas-batas geografis bukan lagi menjadi penghalang, karena akses informasi bisa didapatkan sedemikian mudah.
Berbagai perubahan yang menyertai era globalisasi ini, pada gilirannya juga mem- berikan pengaruh pada cara pandang manusia terhadap kehidupan alam semesta. Nilai, norma, dan pola hidup berubah teramat cepat dan menjadi tatanan baru. Tatanan itulah yang pada akhirnya menjauhkan manusia dari kepastian nilai yang berpuluh-puluh tahun lamanya ia pegang.
Dari sini, muncullah perdebatan-perdebatan mengenai bagaimana cara menyikapi era globalisasi ini. Karena bagaimanapun juga, globalisasi beserta masalah yang ditimbulkannya merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, sebagai bagian dari dinamika sejarah hidup manusia. Tentunya, dibutuhkan cara yang lebih arif dalam menyikapi berbagai keruwetan era globalisasi ini.
Globalisasi berasal dari kata globalization.Global berarti mendunia, sementara ization adalah prosesnya. Dalam Encyclopaedia Britannica (2015) disebutkan kalau fenomena ini bukanlah situasi yang baru, karena banyak kerajaan maupun gerekan keagamaan yang telah menjalani proses globalisasi. Secara sederhana, kita bisa memaknai globalisasi ini sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia (KBBI).
Banyak faktor yang mendorong terjadinya globalisasi.Perkembangan teknologi informasi dan transportasi adalah di antaranya. Dengan teknologi dan transportasi yang semakin canggih, transaksi dalam bidang ekonomi antarnegara menjadi sangat
mudah. Pengiriman barang dan jasa bisa dengan sangat mudah dilakukan.Inilah salah satu dampak positif dari globalisasi.Dampak positif lainnya adalah pengembangan ilmu pengetahuan, terjalinnya hubungan antarwarga dunia, informasi yang sedemikian mudah diakses, dan aspek-aspek lainnya.
Selain berdampak positif, ada juga akibat negatif dari fenomena ini. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, di satu sisi, memberi kemudahan bagi publik dalam mengakses informasi, mengembangkan segenap potensinya serta tuntutan perjuangan hidupnya, tapi di sisi lain, ia telah menjadi instrumen negara-negara industri maju dan kekuatan elit minoritas pemilik modal guna melakukan hegemoni dan dominasinya atas kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. (Korten, 2015)
Kekuatan ekonomi yang raksasa bergerak melampaui batas-batas teritorial suatu negara guna melakukan ekspansi ekonomi di berbagai pelosok dunia. Kenyataan inilah yang memberikan dampak akan semakin melemahnya posisi kekuatan ekonomi lokal. Dalam ranah budaya, hegemoni ini tampak dalam penciptaan pola hidup konsumeristik dan pop culture, yang memposisikan manusia sebagai objek distribusi produksi belaka.
Kita merasakan bahwa kebudayaan luhur mulai mendapatkan tantangan dari budaya baru.Konsumerisme, hedonisme, serta pudarnya tata krama mulai terasa. Kehidupan pertanian perlahan-lahan mulai ditanggalkan, karena pada saat yang sama, masyarakat kita bergerak menjadi masyarakat industri.
Ada tiga respon yang bisa diberikan oleh sebuah kelompok terhadap fenomena globalisasi ini.Pertama, kelompok rejeksionis yang menolak mentah-mentah segala bentuk produk pemikiran era globalisasi.Kelompok ini percaya bahwa yang berbau asing harus ditolak, karena tidak sesuai dengan jati diri serat kepribadian bangsanya. Sikap ini sembari dibarengi dengan sikap superior atau mengakui bahwa hanya kebudayaannya saja yang paling adiluhung, sementara yang lain lebih rendah.
Kelompok kedua, adalah mereka yang menerima segala bentuk produk globalisasi dengan tidak pernah melakukan filter terhadapnya.Ini kebalikan dengan sikap kelompok pertama. Mereka menerima tanpa filter nilai, budaya, serta tradisi yang datang dari luar kebudayaannya.
Sementara yang ketiga adalah mereka yang memilih untuk bersikap adaptif, tidak menampik tetapi juga tidak menerimanya begitu saja. Dengan kata lain, ada proses seleksi untuk memilih dan memilah produk mana yang sesuai dengan nafas kehidupan bangsa sembari melakukan refleksi kritis terhadap segala hal yang merupakan bentukan dari masa ini.
Seperti halnya masyarakat dunia yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan kita, begitupun juga sebaliknya.Kehidupan kita sebagai sebuah bangsa turut membentuk identitas masyarakat dunia.Apa yang kita miliki (nilai, tradisi, budaya dan lainnya) menjadi bagian dari kekayaan kebudayaan dunia yang begitu kaya. Di antara kebudayaan itu, semuanya memiliki keunggulan dan kelebihannya.
Unit 2
Kolaborasi Budaya
Tujuan Pembelajaran ini;
Pada unit ini, kalian akan belajar menemukan manfaat kolaborasi budaya dan cara mengolaborasikan keragaman budaya Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara multikultural (majemuk) terbesar di dunia.Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari agama, budaya, bahasa, etnis, dan adat istiadat.Kemajemukan Indonesia tergambar dalam lambang negara Republik Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman Indonesia di satu sisi membawa berkah, tetapi di sisi lain dapat pula menjadi bencana. Keragaman dapat menjadi berkah jika dapat dikelola dengan baik.Ia dapat menjadi modal sosial (social capital) yang berharga bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya, dapat menjadi bencana jika tidak dapat dikelola dengan baik.Keragaman berpotensi menimbulkan konflik antarmasyarakat.Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk melestarikan keragaman Indonesia agar dapat menjadi modal sosial sekaligus mencegah potensi konflik di tengah masyarakat Indonesia.Salah satunya adalah dengan melakukan kolaborasi budaya. Dengan adanya kolaborasi budaya, antara masyarakat satu dengan masyarakat lain yang berbeda budaya akan terjalin komunikasi lintas budaya.
Komunikasi lintas budaya adalah proses komunikasi yang melibatkan orang- orang yang berasal dari latar belakang sosial budaya yang berbeda. Dengan kata lain, komunikasi lintas budaya merupakan komunikasi yang para pesertanya berlatar belakang budaya berbeda dan terlibat kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi lintas budaya ini diperlukan agar masyarakat mengenal budaya lain, sehingga muncul sikap saling menghargai perbedaan dan keragaman budaya sekaligus mengikis prasangka. Kolaborasi budaya ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti mengadakan pentas budaya dan kesenian secara bersama-sama yang melibatkan berbagai pihak.
Perhatikanlah gambar berikut ini!
Gambar di atas merupakan berita yang berisi tentang bentuk kolaborasi budaya dalam bidang seni rupa.Tentu saja selain dalam bentuk seni rupa, masih banyak sekali bentuk kolaborasi budaya yang ada.
- Menurut kalian mengapa kita perlu mengadakan kolaborasi budaya?
- Seperti apa bentuk kolaborasi budaya yang ada?
- Apa manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan kolaborasi budaya tersebut?
3. Refleksi
Setelah mengikuti pembelajaran hari ini, silakan kalian melakukan refleksi. Untuk membantu merefleksikan aktivitas yang dilakukan, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
- Dari proses belajar hari ini, hal yang saya pahami adalah
- Dari proses belajar hari ini, hal yang belum saya pahami adalah/saya ingin mengetahui lebih dalam tentang …
- Dari proses belajar hari ini, hal yang akan saya lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah
4. Aktivitas Belajar 2
Pada pertemuan sebelumnya kita telah berdiskusi tentang kolaborasi budaya yang ada di Indonesia. Ada 2 pertanyaan yang harus kalian jawab:
- Budaya apa saja yang dimiliki oleh bangsa Indonesia?
- Bagaimana cara menunjukkan budaya yang ada di Indonesia?
a. Rancangan Proyek
- Kalian akan dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7-10 peserta didik, dan meminta setiap kelompok menunjuk satu ketua kelompok.
- Berkumpullah dengan teman satu kelompokmu!
- Dengarkanlah penjelasan gurumu tentang proyek pembuatan Mading yang bertajuk “Potret Budaya Nusantara”.
- Setiap kelompok menunjuk 1 (satu) orang pemimpin redaksi (Pemred).
- Pemred memberikan tugas (job description) kepada setiap anggota kelompoknya untuk menjadi layouter, content writer, editor, dan illustrator.
- Setiap kelompok menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk membuat Mading “Potret Budaya Nusantara”, seperti: kertas manila/asturo/styrofoam, spidol warna-warni, pensil, bolpoin warna-warni, penggaris, penghapus, dan sebagainya.
b. Jadwal Pelaksanaan Proyek
- Pembuatan Mading “Potret Budaya Nusantara” dilakukan selama 2 (dua) minggu, dengan timeline (alokasi waktu) sebagai berikut:
- Perencanaan: 1 hari
- Pencarian konten: 3 hari
- Layouting: 3 hari
- Penulisan konten: 4 hari
- Editing: 1 hari
- f ) Finishing: 1 hari
- Pemasangan Mading: 1 hari
c. Pelaksanaan Proyek
- Berkumpullah dengan tim redaksimu untuk mendiskusikan Mading “Potret Budaya Nusantara” yang akan dibuat!
- Carilah konten yang akan dimasukkan ke dalam Mading!
- Buatlah template/layout (tata letak) penulisan konten Mading!
- Tuliskan konten atau isi Mading “Potret Budaya Nusantara”!
- Periksalah kembali redaksi konten yang telah kalian tulis!
- Berilah hiasan pada Mading tersebut agar tampilan lebih menarik!
- Pasanglah Mading “Potret Budaya Nusantara” yang telah jadi untuk diletakkan atau dipajang di tempat-tempat yang strategis!
Ujian Pemahaman :
- Budaya apa saja yang di miliki bangsa Indonesia
- Bagaimana cara menunjukkan budaya yang ada di Indonesia?
- Menurut kalian mengapa kita perlu mengadakan kolaborasi budaya?
- Seperti apa bentuk kolaborasi budaya yang ada di Indonesia?
- Apa manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan kolaborasi budaya tersebut?
Unit 3
Interaksi Budaya Nusantara di Kancah Dunia
- Tujuan Pembelajaran
Pada bagian ini kalian akan belajar untuk ikut aktif dalam mempromosikan kebhinekaan yang dimiliki bangsa Indonesia, menghubungkan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia menuju kancah dunia, dan mengutamakan produk-produk dalam negeri.
- Aktivitas Belajar I
Globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi membuat dunia seakan tidak berjarak (borderless).Globalisasi membuat batas teritorial negara seolah tidak ada lagi. Globalisasi membuat negara-negara di dunia menjadi semacam global village (desa buana), di mana satu negara dengan negara lain saling terhubung dan saling berinteraksi. Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat maju, suatu peristiwa atau kejadian di suatu negara dapat diketahui secara cepat di belahan bumi lain. Perkembangan teknologi informasi dan juga transportasi meniscayakan seseorang atau sekelompok orang berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai belahan dunia. Hal ini membawa konsekuensi adanya pertukaran budaya di kancah global (internasional).
Siapa pun orangnya tidak dapat lepas dari budaya tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Dengan budaya yang mengakar di dalam dirinya, ia harus berbagi ruang dengan orang lain dari budaya lain. Pertukaran budaya tersebut sangat mungkin berpotensi menimbulkan konflik. Konflik dapat dicegah dengan munculnya kesadaran bahwa setiap orang harus mampu dan mau memahami budaya orang lain yang berbeda dengannya. Cara berkomunikasi sendiri sangat dipengaruhi oleh budaya masing- masing.Oleh karenanya, dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dibutuhkan pemahaman lintas budaya (cross-cultural understanding).
Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tentu saja tidak dapat menghindarkan diri dan menutup/mengisolasi diri dari bangsa dan negara lain. Perjumpaan dan interaksi dengan bangsa-bangsa lain merupakan suatu keniscayaan bagi bangsa mana pun, termasuk Indonesia. Adanya globalisasi meniscayakan hilir mudiknya budaya lain dari satu negara ke negara lain sehingga berpotensi mempengaruhi budaya negara setempat. Tidak ada satu pun bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar.
Sebagai bangsa yang besar, kita harus memiliki kelenturan budaya, sehingga mampu mengadaptasi budaya-budaya luar yang baik dan sesuai dengan jati diri bangsa.Berbagai budaya luar yang baik dan sesuai dengan jati diri bangsa dapat memperkaya nilai-nilai dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar akan menjadikan Indonesia terperosok ke dalam kekerdilan identitas. Sebaliknya, terlalu terobsesi dengan budaya luar dan mengabaikan tradisi dan nilai-nilai lokal akan menjadikan Indonesia kehilangan identitas nasionalnya. Jika demikian yang terjadi, maka bangsa Indonesia tidak akan pernah mampu berdikari secara kultural dan menjadi diri sendiri. Sebagai bangsa yang besar, kita harus mampu bergaul secara global dengan bangsa dan negara lain tanpa kehilangan identitas keindonesiaan kita. Berpikir global bertindak lokal (think globally act locally) merupakan adagium dan sikap moderat yang tepat bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi globalisasi.
Melestarikan apa yang baik dan mengadopsi hal-hal yang lebih baik dari bangsa lain, merupakan sikap cerdas dan bijaksana. Sebaliknya, menolak atau meniru secara membabi buta apa saja dari luar, bukanlah sikap bijak. Tidak semua yang berasal dari luar itu baik dan juga tidak semua yang berasal dari luar itu buruk. Kita ambil yang baik dari mereka (baca: bangsa luar) sembari mempertahankan dan melestarikan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal bangsa Indonesia. Kendati setiap bangsa memiliki keunikan budaya dan tradisi masing-masing, tetapi tidak menutup kemungkinan bekerja sama dan berkolaborasi secara global untuk keadilan dan penciptaan dunia yang lebih aman dan manusiawi.
Unit 4
Merawat Tradisi Lokal dan Kebinekaan
- Tujuan Pembelajaran
Pada unit ini, kalian mampu menjelaskan tradisi lokal yang ada dalam masyarakat kita.Tak hanya menjelaskan, kalian juga diharapkan mampu menginventarisir berbagai bentuk kearifan tersebut serta dijadikan pegangan dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.Kalian juga dapat menjelaskan tentang fungsionalisasi Pancasila sebagai pegangan dalam menghadapi kehidupan global.
- Aktivitas Belajar 1
Masyarakat Kampung Naga Menjaga Kelestarian Alam
Kampung Naga berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.Sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai petani.( ceritakan Budaya Daerah masing-Masing Siswa. …….
- Uji Pemahaman
Untuk mengetahui sejauh mana pemahamanmu tentang unit ini, jawablah pertanyaan berikut:
- Apa tantangan yang dihadapi oleh generasi muda dalam upayanya melestarikan tradisi lokal? Cara apa yang bisa ditempuh agar tantangan tersebut bisa diatasi?
- Menurut kalian, masuknya berbagai kebudayaan asing ke Indonesia, apakah menjadi sebab lunturnya kecintaan generasi muda terhadap kebudayaan nusantara? Berikan penjelasan!
- Sebagai jati diri bangsa Indonesia, bagaimana caranya agar Pancasila bisa menjadi pegangan untuk berkolaborasi dengan tradisi atau budaya dari bangsa lain?
Unit 5
Stereotip, Diskriminasi, dan Bullying
- Tujuan Pembelajaran
Pada unit ini, kalian mampu mengkaji secara objektif kasus-kasus yang berpotensi merusak kebinekaan.Kasus tersebut bisa berupa peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan, dengan intensitas kecil atau besar.Kalian juga mampu menjelaskan mengapa peristiwa tersebut bisa dikategorikan diskriminasi.
- Aktivitas Belajar I
Sebelum kalian membaca studi kasus, pahami dulu beberapa istilah penting dalam unit ini.
Stereotip
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Jumalis Walter Lippmann (1992), yang dimaknai sebagai the little pictures we carry around inside our head, di mana gambaran-gambaran tersebut merupakan skema mengenai kelompok. “Manstead dan Hewstonemendefinisikan stereotip sebagai societally shared beliefs about the characteristics (such as personality traits, expected behaviors, or personal values) that are perceived to be true ofsocial groups and their members” (keyakinan tentang karakteristik seseorang (seperti ciri kepribadian, perilaku, nilai pribadi) yang diterima sebagai kebenaran kelompok sosial.
Stereotip adalah proses kognitif, bukan emosional, sehingga ia tidak selalu mengarah kepada tindakan yang sengaja dilakukan untuk melecehkan. Stereotip ini seringkali digunakan untuk menyederhanakan dunia tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang detail di dalamnya. Contohnya, seseorang akan terkejut jika menjumpai sopir taksi perempuan, karena profesi sopir taksi biasanya dijalankan oleh laki-laki.
Prasangka atau Prejudice
Penilaian yang telah dimiliki sebelumnya terhadap suatu kelompok dan masing-masing anggota kelompoknya.Pada dasarnya, prasangka bisa bersifat positif, bisa pula bersifat negatif.
Diskriminasi
Diskriminasi merupakan perilaku negatif atau membahayakan terhadap anggota kelompok tertentu semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Swim (dalam (Byrne, 1991) menyatakan bahwa diskriminasi adalah tindakan negatif terhadap orang yang menjadi obyek prasangka seperti rasial, etnik, agama, sehingga dapat dikatakan bahwa diskriminasi adalah prejudice in action.
Perundungan
Istilah “bully” dalam Bahasa Inggris bermakna menggertak atau menindas. Kata bullying ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan perundungan.Secara sederhana, perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.Perundungan biasanya dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis; fisik, verbal, dan mental.
Agar Diskriminasi Tak Ada Lagi
Tahun 1992, untuk pertama kalinya, Indonesia meraih medali emas pada perhelatan olahraga terbesar dunia, Olimpiade. Momen 4 tahunan yang ketika itu diselenggarakan di Barcelona, Spanyol, benar-benar membuat seluruh bangsa Indonesia berbangga. Kontingen Indonesia tidak hanya mendapatkan satu, tetapi dua medali emas.
Sepasang medali emas itu disumbangkan oleh atlit dari cabang Badminton yang memang menjadi andalan.Kelak, kedua penyumbang medali emas itu menjadi pasangan suami-istri.Mereka adalah Alan Budikusuma dan Susi Susanti. Sejak keikutsertaan Indonesia di pentas Olimpiade pada 1948, baru tahun 1992 itulah negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia ini mendapatkan emas.
Namun, ada kisah tidak mengenakkan yang diterima oleh Susi dan Alan pada masa-masa itu bahkan mungkin hingga sesaat setelah reformasi.Sebagai warga keturunan Tionghoa, keduanya pernah mengalami masa sulit berkaitan dengan dokumen Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Dengan menunjukkan SBKRI, itu artinya, mereka seperti orang asing yang datang ke Indonesia dan akan menjalankan naturalisasi. Setiap warga Tionghoa disyaratkan harus memiliki SBKRI untuk mengurus segala jenis dokumen.
SBKRI menjadi dokumen penting, terutama bagi etnis Tionghoa, karena dengan itulah mereka baru bisa mengurus paspor dan bukti kewarganegaraan lainnya.Dan itu sekali lagi, hanya berlaku bagi kalangan etnis Tionghoa.Ini artinya bahwa sudah saatnya memutus lingkaran setan prilaku diskriminatif ini.
Jadi akar persoalan tentang diskriminasi ini adalah SBKRI. Tak heran ketika muncul peraturan yang esensinya menjelaskan bahwa berbagai kepentingan yang memerlukan bukti kewarganegaraan, cukup menggunakan KTP, Kartu Keluarga, atau Akta Kelahiran, ekspektasi akan hilangnya diskriminasi itu muncul ke permukaan.
Susi Susanti pernah berujar, ”kalau ’kami-kami ini’ (sejumlah olahragawan bermedali emas) bisa diperlakukan tidak adil begitu, bagaimana nasib orang- orang lain yang jauh lebih miskin dan kurang dikenal”. (Kompas 2/5/2004).
Angin segar kemudian berhembus saat pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1999 tentang Melaksanakan Ketentuan Keputusan Presiden Nomor 56 tahun1996 tentang bukti kewarganegaraan Republik Indonesia dan Instruksi Presiden nomor 26
tahun 1998, Direktorat Jenderal Imigrasi kemudian mengambil kebijakan untuk tidak mempermasalahkan lagi SBKRI bagi pemohon paspor dari kalangan etnik keturunan.
Sebagai gantinya, mereka cukup melampirkan Akta Kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk serta Kartu Keluarga.Sekarang, fasilitasi terhadap kelompok Tionghoa sudah jauh lebih baik.Cerita yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap kelompok ini, jikapun tetap masih ada, lebih banyak pada relasi horizontal. Reformasi birokrasi dan komitmen pemerintah jauh untuk memenuhi hak warganegaranya tanpa pandang bulu menjadi salah satu cara menghilangkan diskriminasi.
Ada hal menarik yang penting untuk ditarik pelajaran, terutama dari pasangan Alan dan Susi.Betapapun persoalan mendera, tetapi, mereka tak pernah luntur semangat nasionalisme.Mereka tidak berpikir untuk berpindah kewarganegaraan misalnya.Cara terbaik seperti yang ditunjukan keduanya adalah menunjukkan prestasi pada bidangnya masing-masing.
3. Refleksi
Setelah mengikuti pembelajaran hari ini, silakan kalian melakukan refleksi. Untuk membantu merefleksikan aktivitas yang dilakukan, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
- Dari proses belajar hari ini, hal yang saya pahami adalah
- Dari proses belajar hari ini, hal yang belum saya pahami adalah/saya ingin mengetahui lebih dalam tentang
- Dari proses belajar hari ini, hal yang akan saya lakukan dalam kehidupan sehari- hari adalah.
4. Aktivitas Belajar 2
Indonesia merupakan negara yang majemuk.Kenyataan ini dapat dilihat dari keragaman suku, agama, suku, bahasa, dan budaya yang ada di Indonesia.Meski dikenal sebagai bangsa yang toleran, tetapi keragaman di Indonesia acapkali menimbulkan konflik dan gesekan sosial. Salah satu faktor yang melatarbelakangi konflik adalah mispersepsi dan prasangka sosial (social prejudice) terhadap kelompok lain. Untuk mengikis mispersepsi dan prasangka sosial diperlukan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan melakukan kunjungan dan dialog dengan tokoh masyarakat/adat/agama.
Oleh karena itu, kali ini kalian akan diajak untuk berkunjung ke tokoh masyarakat/ adat/agama yang ada di sekitar kalian dan mengadakan dialog dengan tokoh tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan kita tentang keragaman Indonesia. Dengan mengenal berbagai keragaman yang ada, kita akan menyadari bahwa keragaman merupakan keniscayaan yang harus disyukuri dan dirayakan. Perbedaan dan kebinekaan harus diterima dengan lapang dada sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Selain itu, kegiatan ini diharapkan mampu mengikis diskriminasi dan stereotyping sehingga melahirkan sikap toleran dan menghargai kelompok masyarakat/adat/agama lain.
a. Rancangan Proyek
- Kalian akan dibagi ke dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7-10 peserta didik.
- Tunjuklah salah satu orang menjadi ketua!
- Berkumpullah dengan teman satu kelompok kalian dan diskusikan pertanyaan yang akan diajukan kepada tokoh masyarakat/adat/agama! Materi/isi pertanyaan yang akan kalian ajukan kepada tokoh masyarakat/adat/agama harus diarahkan pada pentingnya menjaga persatuan dan menghargai perbedaan dalam kebinekaan seperti:
- Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang keragaman di Indonesia?
- Menurut Bapak/Ibu, bagaimana menyikapi perbedaan dan kebinekaan?
- Bagaimana memupuk rasa persatuan di tengah kehidupan masyarakat yang beragam?
- Dengarkanlah penjelasan gurumu tentang aturan selama kunjungan dan dialog dengan tokoh masyarakat/adat/agama, seperti:
- Saat sesi dialog dan diskusi dengan tokoh masyarakat/adat/agama, kalian tidak diperkenankan mengajukan pertanyaan yang merendahkan masyarakat/adat/agama lain.
- Kalian wajib menjaga sikap dan tata krama selama berkunjung ke tokoh masyarakat/adat/agama.
- Pastikan kesiapan moda transportasi ke tokoh masyarakat/adat/agama.
- Siapkan alat perekam dan kamera atau kertas dan bolpoin untuk mencatat dan mendokumentasikan hasil diskusi saat kunjungan ke tokoh masyarakat/ adat/agama.
b. Jadwal Pelaksanaan Proyek
1) Merancang proyek: 4 hari
2) Pelaksanaan kunjungan dan dialog: 1 hari
3) Penyusunan laporan: 3 hari
4) Presentasi: 1 hari
Pelaksanaan Proyek
- Kunjungilah tokoh masyarakat/adat/agama yang ada di sekitarmu.
- Lakukanlah dialog dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah didiskusikan bersama teman-teman kelompok kalian kepada tokoh masyarakat/ adat/agama tersebut.
- Ambillah video atau gambar pada saat kalian berkunjung dan berdialog dengan tokoh masyarakat/adat/agama.
- Catatlah hal-hal penting sebagai bahan untuk penyusunan laporan.
- Setelah kegiatan kunjungan dan dialog dengan tokoh masyarakat/adat/ agama selesai, buatlah laporan sederhana mengenai kegiatan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
- Laporan kegiatan kunjungan ke tokoh masyarakat/adat/agama dapat diketik komputer atau ditulis tangan sebanyak 5-10 halaman. Jika diketik komputer menggunakan 1,5 spasi, jenis huruf Times New Roman, dengan ukuran 12pt, margin 4-4-3-3.
- Sistematika laporan terdiri dari (1) judul kegiatan, (2) waktu dan tempat kegiatan, (3) uraian kegiatan, (4) pengalaman dan pembelajaran yang didapat dari kegiatan, (5) evaluasi kegiatan yang berisi tentang hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dari kegiatan tersebut,(6) dokumentasi (jika ada), dan (7) penutup.
d. Presentasi Hasil
- Presentasikan laporan sederhana tentang kunjungan dan dialog ke tokoh masyarakat/adat/agama di depan kelas bersama teman-teman satu kelompok kalian!
- Berikan kesempatan kepada teman-teman kalian untuk bertanya dan memberikan pendapat tentang hasil laporanmu!
- Uji Pemahaman
Untuk mengetahui sejauh mana pemahamanmu tentang unit ini, jawablah pertanyaan berikut:
- Apakah yang kalian pahami tentang diskriminasi?
- Mengapa diskriminasi itu terjadi? Pernahkah kalian melakukan tindakan yang mengarah pada pelabelan negatif, diskriminasi, atau intoleransi? Jika tidak pernah, apakah dalam satu waktu kalian pernah melihat tindakan diskriminasi tersebut?
- Hemat kalian, apakah kaitan antara diskriminasi dan kebinekaan budaya bangsa kita?
- Upaya apa saja yang dapat kalian lakukan untuk memupuk kerukunan antarumat beragama di Indonesia?
- Bagaimana cara mengikis prasangka (prejudice), stereotyping, dan fanatisme agama yang berlebihan?
Daftar Pustaka
Buku, Jurnal
Adiwijoyo, Suwarno. Konsolidasi Wawasan Maritim Indonesia. Jakarta: Pakar Pusat Kajian Reformasi, 2005.
Bakhtiar, Aziz Ikhsan. “Penyelesaian Sengketa antara Indonesia dan Malaysia di Wilayah Ambalat menurut Hukum Laut Internasional”, https://media.neliti.com/media/ publications/35678-ID-penyelesaian-sengketa-antara-indonesia-dan-malaysia- diwilayah-ambalat-menurut-hu.pdf
Danusaputro, Munadjat. Tata Lautan Nusantara dalam Hukum dan Sejarahnya. Jakarta: Binacipta, 1976.
Hadiwidjoyjo, Suryo Sakti. Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Kholiludin, Tedi. Kuasa Negara atas Agama: Politik Pengakuan, Diskursus Agama Resmi dan Diskriminasi Hak Sipil. Semarang: Rasail-eLSA Press, 2009
Koers, Albert W. Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
KONSELOR, Volume 3 Nomor 2, Juni 2014.
Korten, David C, When Corporations Rule the World, Berret-Koehler Publishers, 2015
Ponto, Soleman B.“Menyukseskan Transportasi Laut Lewat Pemahaman UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan”, https://www.gatra.com/detail/news/488264/politik/membedah- masalah-laut-dari-transportasi-hingga-keamanan
Samekto, Adjie. Negara dalam Dimensi Hukum Internasional. Bandung: Bakti, 2003. Suganda, Her. Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, Bandung: Kiblat, 2006.
Verdiansyah, Chris. (ed), Jalan Panjang Menjadi WNI: Catatan Pengalaman dan Tinjauan Kritis.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Conventions on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
” Yakin Usaha Sampai”